SASTRAWAN Ahmadun Yosi Herfanda menyesali keikut sertaanya dalam proyek sastra Puisi - Esai oleh bos besar Lingkar Survai Indonesia (LSI) Denny JA. Selain pernyataan penyesalan Ahmadun Yosi Herfanda juga akan mengembalikan honor Rp. 10 juta tersebut. Baca selengkapnya juga di: "Saya akan kembalikan Honor Ke Denny JA"
Berikut pernyataan lengkap pengakuan Ahmadun Yosi Herfanda yang diberi judul "Saya Menyesal Ikut Menulis Puisi Esai":
Saya Menyesal Ikut Menulis Puisi Esai
Saya sangat
malu dan menyesal ikut menuruti "pesanan" Denny JA lewat Fatin Hamama
untuk menulis puisi esai. Sebab, menulis puisi esai bukanlah pilihan
hati nurani saya sebagai penyair, tapi lebih karena pesanan dan godaan
honor yang besar. Saya menyesal, karena telah menulis puisi esai hanya
demi uang suatu orientasi penciptaan atau motivasi yang rendah dalam
bersastra.
Semula sebenarnya saya sempat menolak keras
ketika diminta Dennya JA lewat Fatin Hamama untuk menulis puisi esai,
karena sudah mencium bakal adanya politisasi sastra dengan gelagat yang
kurang sehat. Selain itu, dengan memenuhi pesanan puisi jenis WOT (wrote
on demand) ditulis berdasarkan pesanan -- itu sama saja dengan
"melacurkan diri" dalam sastra.
Saya sempat berdebat
keras dengan Fatin di Tamini Square, disaksikan Mustafa Ismail, Remy
Novaris DM, dan Dad Murniah, dan sampai akhir pertemuan saya tetap
bersikeras menolak pesanan itu. Tapi, Fatin terus merajuk, dan
rajukannya terus berlanjut lewat sms sampai saya pulang. Sialnya,
sekitar dua hari kemudian, saya terdesak kebutuhan dana sosial (ya
beginilah nasib penyair, sering kekurangan uang untuk mememuhi kebutuhan
mendadak).
Akhirnya, karena perlu dana mendesak,
tawaran Denny lewat Fatin itu saya jawab dengan lebih lunak,"Oke saya
akan tulis puisi esai, asal honornya Rp 10 juta."
Setelah
sempat tawar menawar (mirip pelacur ditawar lelaki hidung belang lewat
mucikari ) akhirnya Denny sepakat membayar puisi esai saya Rp 10 juta.
"Yah, sesekali tak apalah jadi pelacur sastra asal pelacur yang mahal,"
pikir saya. "Kan hebat, satu puisi dibayar 10 juta.... He he he.
Ternyara
dugaan saya benar. Denny JA kini mulai mempolitisasi puisi esai karya
23 penyair Indonesia penerima pesanan itu yang akan segera diterbitkan
(termasuk karya saya, Isbedy Stiawan ZS, Agus Nur, Sujiwo Tejo, Zawawi
Imron, Kurnia Effendi, Fatin Hamama, Sihar Ramses Simatupang, Dad
Murniah, dan Chavcay Syaifullah).
Ada kesan kuat, bahwa
Denny ingin menempatkan kami sebagai para pengikutnya dalam mazhab
puisi esai yang diklaim sebagai idenya untuk memperkuat politik sastra
Tim 8 yang menempatkan Denny sebagai salah satu dari 33 tokoh sastra
Indonesia yang paling berpengaruh dan mengundang kontroversi.
Tapi,
nanti dulu. Denny jangan berbangga dulu. Kami, 23 penyair itu tak bisa
begitu saja diklaim sebagai pengikut Denny. Sebab, banyak di antara kami
(bahkan mungkin semuanya) yang menulis puisi esai itu bukan atas
keinginan kami sendiri, bukan pilihan hati nurani, tapi karena
"dipesan".
Sebagai konsultan politik yang hebat, Denny
pasti dapat membedakan antara "pengikut" dan "pekerja kreatif" yang
melayani order karya. Pengikut itu mengikuti sesuatu sebagai pilihan
hati, bukan karena pesanan. Jadi, kami bukanlah pengikut "mazhab puisi
esai", tapi hanya sekali itu menempatkan diri sebagai "pekerja kreatif"
yang melayani pesanan "puisi esai" Denny JA lewat Fatin Hamama.
Kalau
kemudian dipolitisir dan dikesankan sebagai pengikut "mazhab puisi
esai", itu saya kira model politisasi sastra yang bodoh dan murahan,
yang sangat tidak patut dilakukan oleh seorang konsultan politik yang
hebat. Itu adalah pembodohan publik yang dilakukan secara bodoh pula.
Jadi,
setidaknya sudah dua kali Denny, ataupun "tim sukses" Denny, melakukan
pembodohan terhadap publik sastra Indonesia. Pertama, penempatan dia
sebagai salah satu tokoh sastra Indonesia yang paling berpengaruh.
Kedua, pencitraan terhadap 23 penyair (kami) sebagai pengikut mazhab
puisi esai. Itu sungguh "kejahatan sastra" yang sulit dimaafkan. Denny
dan "tim sukses"nya harus bertobat dan meminta maaf pada publik sastra
Indonesia.
Melalui media sosial ini, kepada publik
sastra Indonesia, dengan tulus saya mengaku "bertobat", meminta maaf,
dan menyesal sedalam-dalamnya telah tergoda untuk ikut menulis puisi
esai hanya demi uang Rp 10 juta. Betapa murahnya, "prinsip estetik" yang
sudah 30 tahun lebih saya perjuangkan dan pertahankan, saya gadaikan
begitu saja untuk puisi esai sehingga saya menjadi korban politik sastra
abal-abal.
Kepada Allah SWT saya juga mohon ampun,
karena tidak mau mendengar suara hati nurani saya sendiri, yang saya
yakin berasal dari-Nya. Saya akan kembali pada niat awal, bahwa menulis
puisi adalah "ibadah kreatif" seperti tercermin pada puisi "Sembahyang
Rumputan" saya, dan sekali-kali bukan karena uang. Memang boleh-boleh
saja dari menulis puisi itu kita menerima uang sebagai honor, termasuk
honor yang besar sebagai penghargaan bagi kerja kreatif kita. Tapi, itu
bagi saya bukanlah tujuan utama, apalagi dengan menggadaikan prinsip dan
idealisme kesastraan.
Ya Allah, ampunilah kekhilafan
saya, dan kekhilafan sahabat-sahabat saya yang sempat tergoda oleh
iming-iming uang besar dari dajjal sastra itu dajjal adalah mahluk dalam
mitologi Islam yang mencari pengikut dengan iming-iming minuman segar
di bawah terik matahari (bisa berupa iming-iming uang di tengah
kemiskinan). Ya Allah, kembalikanlah sahabat-sahabat saya itu, termasuk
sahabat-sahabat saya dalam Tim 8, ke jalan sastra yang lurus, jalan
sastra yang Engkau ridloi, dengan lindungan kekuatanMu. Amin! * ahmadun
yosi herfanda.
Latest
clean-5
Kabar Komunitas Cahaya
Budaya
Kuliner
Kerajaan
kota
Suku
Home
»
kabar sastra
»
warta
» Penyesalan Sastrawan Ahmadun Yosi Herfanda Tentang Puisi - Esai Denny JA
Tagged with: kabar sastra warta
About Komunitas Cahaya
KOMUNITAS CAHAYA - RUMAH CAHAYA; Mengabdi dan Mengkaji.
0 Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
-
Membuat Lampion dari Benang Wol/Benang Jahit Bahan dan Alat: 1. Benang Wol/benang jahit 2. Lem kayu 3. Balon 4. Kain Flanel Cara ...
-
Foto: terpongbisnis.com MEMBUAT topeng bubur kertas perlu ketelitian. Langsung saja berikut ini akan dipaparkan pembuatan topeng dari ...
-
(Tulisan sederhana ini bagian dari buku Antologi Buku yang berjudul, “Di Larang Stop”) SAYA yakin anda adalah anak yang terpelajar, min...
-
CAHAYA - Sudah beberapa hari ini hujan terus menguyur Kota Semarang yang menyebabkan beberapa wilayah di Semarang terendam air dan banjir...
-
- Rahasia Membuat Gelembung Sabun Lebih Tahan Lama - SEMUA orang sepertinya suka dengan gelembung. Kenapa?? gampang dan murah membuatn...
-
CAHAYA - KH. Sahal Mahfudh yang biasa dikenal dengan panggilan Mbah Sahal, wafat pada Jum'at (24/1) dini hari sekitar pukul 01.00 Wib...
-
Oleh: Sufyan al Jawi BILA anda pernah nonton film dokumenter Pengusiran Tentara Amerika di Saigon (kini; Ho Chi Minh). Ada suatu...