semalam tidur berpeluk cahaya langit
ditembangi nina bobo pecundangi mimpi
angin cemburu menghempas dingin, kesal
aku bergeming saat bulan menyapihku
mimpi tersipu menutup layar saat stage roman tak tuntas
sekuntum mawar terbaring di dada membercak merah
mewangi mistis di ruang-tuang berasap setanggi
pada temaram puisi bersalut mantera dalam kalut mendera
rumput merumpun di sela amarilis bertutur bait-bait liris
gitar teronggok berselimut lembar tabulatur penuh partitur
mencair nadanada, mengalir sedarah di sela nadi
melipur, membalur binar di sudut taman jiwa
rebahlah pengelana malam, saat pikiran membara di negeri awam
selaras lara dari mimpi yang hempaskan selasar asa
punguti embun gosong yang tertimbun dari bara kertas selongsong titinada
semalam menggumam diri, tempias air mata teja dalam rintihnya
Sanggar Sunyi, 210913, 02:46
Pentas di Opera Mini
masih menunggu mentari menghunus cahaya
kurunuti senja hingga sembunyi di balik siluetmu
ada kelam di wajah, bintang memijah di hitam bola matamu
kota mulai bersolek denyar cahaya yang molek saat kau tuang di ruang getar
puisi menggugat di altar dewan, sedang aku mencumbu di pelataran
peluk itu... berhamburan degup-degup..
kucubit bulan sabit, aku merasa sakit
tertidur disela mimpi wahai puisi, esok kukumandangkan dari pelukan dingin
saat ini hanya kunikmati yang sepenggal, tergagap ketika terpental
aku terkuyup ketika meraup segugus puisi:
“Di Pelataran Ketika Menggelar Sepi
ingatkah tentang debar yang kau
degupkan lantaran sua tak terelakan?
dada-dada sembunyikan denyut liar, tatap
tajam merayap pori-pori
meremang dan gamang untuk berpisah, lalu
tuntaskan bias-bias rasa saat momen itu merajam pendam
adinda adalah kiasan”
pulang sambil merebus malam, meski kantuk menyengat
harus ada yang terburai, paling tidak suatu rasa tergadai
dari pertanyaan yang selalu memelintir rasa enggan
(atau kemalasan yang diperam banyak alasan)
Sanggar Sunyi, 210913, 16:53
camar
wahai, kuendus asin lautmu
ombak menamparku hingga terpelanting
berlumur pasir dan terantuk karang
camar mendekat, membisik tentangmu
... aku siuman saat api unggun menari-nari di depanku,di dekat tenda ada sesosok sedang memandang laut lepas dengan rambut tergerai, aku beringsut dan pura-pura tertidur...
kuendus lagi asin lautmu
saat pagi terhidang kopi hitam
ada siluet membelakangi fajar
dan setitik embun pada sehelai rambutmu
2013
Mahbub Junaedi - Saat ini tinggal di Jl. Raya Grengseng 10 Rt 3 Rw 10 Desa Taraban Paguyungan Brebes Jawa Tengah. Beberapa puisinya termaktub dalam beberapa antologi, diantaranya Antologi Puisi Deru Awang-Awang, Antologi Puisi Jejak Sajak BPSM, Antologi Puisi Penyair Lintas Daerah Indonesia; Indonesia dalam titik 13.
Terima kasih mas Lukni Maulana atas dimuatnya beberapa puisi saya di sini, salam sastra.. :)
BalasHapus